Imajinasi ini pernah terbersit semenjak ku melangkahkan kaki dari peraduan jogja sana. Tahukan jogja itu terkenal dengan tingkat kenyamanannya yang ruar biasa. Iya siapa yang tak mengenal jogja dengan brandingnya, "Jogja berhati Nyaman" memang ku akui daerah asalku itu merupakan tempat peraduan yang tak kuragukan akan kenyamanannya. Lihat saja berdasarkan pengalaman dari berbagai sumber dan berbagai orang yang pernah ke jogja pastinya akan berkata dengan versi masing-masing persepsinya, namun secara garis besar mereka mengiyakan tingkat kenyamanan memang menjadi branding yang tepat untuk kota jogja sana.
Nah, ini mengenai per-imajinasianku saat ini dan beberapa waktu itu terulang. Sayang kalau tidak tertuang dalam sesuatu yang tersurat seperti ini. Siapa tau ada sesosok atau apalah sebutnya yang bisa membuat imajinasi kalap seorang yang tak jelas ini terwujud. Apa sih yang menjadi imajinasiku ini? apakah sebuah ketidakwarasan ataukah hanya terobsesi aja dari sebuah perjalanan pengalaman yang mungkin sudah kulupakan dan hal itu terpatik untuk muncul kembali dari tidur panjangnya? Lihat saja apa yang tertuang dari apa yang kuceritakan dalam tulisanku kali ini. Seberapa kalapkah imajinasi ini menerawang tak ada kata yang bisa menggambarkan jawaban dari apa yang kutanyakan ini. hanya kata yang mengalirlah yang akan menjawab seiring waktu berjalan.
Aku ber-imajinasi untuk mewujudkan daerahku khususnya kampungku untuk menjadikannya mandiri dalam pengembangan perekonomian yang berbasis dari masyarakat dan kembali untuk mereka juga. Sebenarnya kampung atau lebih enaknya disebut desaku sudah menjadi desa wisata yang terakreditasi BAN-PT. Eh, emang universitas kok setifikasinya dari badan yang dibawahi oleh departemen pendidikan? ya tentunya dari pemerintah setempatlah. Namun yang jadi pertanyaanku adalah kok bisa disebut desa wisata itu berdasarkan apa? terus kualifikasinya tuh seperti apa sehingga membuat desa ini menjadi desa wisata? sempat bertanya dengan beberapa nara sumber, namun jawabannya belum memuaskanku. Tapi ya sudahlah yang perlu kulakukan adalah bagaimana desa yang sudah terakreditasi ini menjadi lebih berkembang lagi dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sini.
Nah, inilah imajinasi kalapku untuk desaku tercinta.
"Apa yang menjadikan desaku ini menjadi desa wisata yang produktif?"
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pencarian potensi-potensi yang mungkin bisa dikembangkan menjadi lebih terprogram dan terstruktur dan massive ahaha...maaf sedikit mengadopsi jargon-jargon pemilu kemaren. Potensi yang bisa dijawab oleh para tetua adat dan sesepuh dari desa. Misalnya saja kegiatan adat budaya yang menjadi ciri khas dari desaku ini. Kata istriku dan orang sekitar sih kegiatan yang menjadikan desa ini menjadi terakreditasi menjadi desa wisata adalah Gejog Lesung. Apa itu gejog lesung? Berdasarkan wikipedia adalah Gejog Lesung Yogyakarta adalah kesenian tradisional berupa permainan instrumen musik perkusi menggunakan alat penumbuk padi tradisional (lesung dan alu/antan) yang berkembang dalam masyarakat agraris di berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)--meliputi Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Sleman. Ternyata kegiatan inilah yang menjadikan desaku ini menjadi desa wisata. Namun, saya sebagai warga dari desa tersebut sangat prihatin, hlo kenapa kok prihatin? Karena hal tersebut belum pernah ku lihat dan kalaupun kegiatan tersebut dilakukan hal tersebut tidak ada kontinuitas. bagaimana bisa berkembang kalau hal tersebut tidak diuri-uri alias dilestarikan? Selain hal tersebut saya juga melihat potensi dari desaku ini adalah kegiatan masyarakat yang memanfaatkan pohon bambu untuk membuat plafond atau langit-langit dengan di anyam. Hal tersebut saya membenarkan karena rumah-rumah yang ada di desaku banyak yang menggunakan plafond dari anyaman bambu. Jika hal tersebut tetap dilestarikan dengan mengajarkan ataupun mengedukasi para generasi berikutnya pastinya ini akan menjadikan daya tarik juga untuk desaku.
Perkembangan jaman yang pada akhir dari era desa adalah menjadi kota bukan tidak mungkin adat kebiasaan yang sudah ada tidak akan berlanjut dan berubah menjadi hilang berganti dengan era industrial yang serba modern. Kepedulian dari para sesepuh dan perangkat pemerintahan desa guna menyelamatkan ahhh...bahasanya dah kayak pakar hahaha. Untuk itu diperlukan branding yang melibatkan semua elemen baik dari masyarakat dan aparat pemerintahan juga.
Nah, imajinasiku mengatakan hal ini bisa dilakukan jika ada kepedulian dari semua. Untuk membangun hal tersebut menjadi nyata, bisa dilakukan dengan menyiapkan konsep branding yang berbasis pada anak muda dengan menjadikannya sebagai motor penggerak dari proses pemberdayaan masyarakat menjadi peduli terhadap kebudayaan dan gelar yang didapat sebagai desa wisata yang nantinya secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian dari masyarakat itu sendiri. Manfaatkan teknologi untuk mengangkat potensi-potensi yang ada sehingga menjadi layak untuk dijadikan daya tarik orang luar untuk datang mendatangi desa. Sedangkan untuk mendukung mereka yang datang untuk berwisata pasti mereka membutuhkan infrastruktur yang mendukung kegiatan tersebut. Baik tempat untuk makan, menginap mungkin atau bahkan kita bisa menyiapkan kantor sekaligus souvenir yang khas dari hasil karya dari desa itu sendiri.
Untuk penginepan bisa saja dikonsepkan bisa menginap dirumah penduduk sekitar dan tinggal bersama dengan si penghuni. Atau bisa saja tempat parkir bisa saja yang mengelola dari warga sekitar, misalnya pemuda yang waktunya selow bisa menjadikan ini kegiatan yang positif buat mereka. untuk sosial marketing bisa menggunakan media sosial dengan menyebarkan kegiatan-kegiatan yang memiliki potensi dari desa ini. Misalnya gejog lesung tadi dikemas sedemikian rupa sehingga bisa dipost ke sosial media sebagai promosi penarik wisatawan untuk datang. Awalnya ku manfaatkan saja kakak iparku untuk membuat video tentang kegiatan di desa yang merupakan adat kegiatan yang khas dari desa ini. Kenapa kok kakak ipar? karena beliau merupakan seorang yang berkecimpung di dunia media pertelevisian nah kebetulan seorang kameramen yang sudah senior. Sering juga kok kakak iparku meliput kegiatan adat dan keliling indonesia loh. Tentu saja hal tersebut entenglah buat seorang senior hahaha.
Untuk presentasi jika diperlukan untuk promosi ke lembaga-lembaga yang mungkin terkait, misalnya saja ada kegiatan tentang pemberdayaan masyarakat. Nah, untuk ini orang yang tepat menurutku adalah adik ponakan dari istriku yang kebetulan seorang lulusan Plublic Relationship dan kebetulan bahasa asingnya bagus dan personanya mantul kata anak jaman now. Kalo promosi bisa juga lewat mas iparku untuk meliput acara adat yang menjadi ciri khas dari desa ini.
Kebetulan juga bapak merupakan seorang yang lumayan mendapat tempat di desaku ini. Bisa menggait dan membrand stroaming para aparat dan orang untuk mendukung kegiatan tersebut yang nantinya akan membantu mereka juga dalam meningkatkan taraf perekonomian dari desa.
Banyak sih potensi yang ada namun perlu orang yang peduli akan hal itu. Menggerakkan kepedulian masyarakat itu yang perlu effort yang lebih untuk menjalankannya. Oh, sulit? tentu itu sulit namun sulit itu bukan berarti tidak bisa kan? Coba bayangkan media sosial sekarang tumbuh dengan pesatnya dan untuk membuat suatu daerah itu menjadi lebih dikenal lebih mudah karena akses informasi bisa di sebar luaskan dengan gampangnya tanpa perlu mengeluarkan biaya yang besar. Cukup dengan kuota dari handphone para milenial untuk memposting kegiatan adat dan menjadikan itu sebuah post yang menarik sesuai dengan kreatifitas masing2 orang.
Buat proposal dan diajukan ke pemerintah setempat guna minta dukungan dari para aparat pemerintahan sehingga menjadikan lingkungan hidup yang lebih positif untuk desa dan naik lagi ketingkat yang lebih luas lagi.
"Mengapa hal ini perlu dilakukan?"
Perlu bahkan diperlukan sekali, untuk menghadapi jaman yang serba susah mencari lapangan pekerjaan tentu hal ini akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang kesulitan mencari mata pencaharian. Selain itu juga bisa memberikan kegiatan yang lebih produktif dan kreatif juga untuk kaum milenial mengekpos kegiatan mereka di sosial mereka. Serta membanggakan kampung mereka sehingga tidak mengadopsi perilaku atau kegiatan yang sedang trending di sosial media yang cenderung penerapannya kurang pas untuk mereka. Mampu memberikan efek kegiatan untuk menjaga keharmonisan lingkungan secara person jadi lebih saling mengenal dan saling kompak karena lebih mengedepankan team work bukan lagi individu. nantinya kan memunculkan personal yang lebih menjaga kelestarian dari adat yang suah ada menjadi lebih terjaga dan kontinu ke generasi berikutnya.
"Kapan waktu yang tepat untuk memulai kegiatan yang luar biasa ini?"
Emmm...kapan ya harus dimulai agresi ini? itu pertanyaan yang sebenarnya bisa dijawab oleh pelaku sendiri alias saya. Bukan soal narsisku loh ya...tapi ini konsep berdasar atas imajinasiku sendiri jadi yang bisa menjawab ya saya sendiri. Untuk waktunya bisa dimulai dari sekarang dan tentukan target brand stroaming terlebih dahulu sebagai titik awal bertindak. Ilmu berorasi dan berkoar-koar merupakan ilmu yang wajib ku pelajari dengan lebih intens. Perlu belajar lagi? yak...diperlukan karena menawarkan sebuah konsep ide itu tidak gampang diperlukan ilmu kebatinan yang tinggi hahaha. Ilmu hipnotis orang untuk menjadikan orang tersebut memahami apa yang menjadi tujuan yang satu paham dengan kita itu perlu orang yang tepat. Misalnya saja orang yang kita ajak untuk mewujudkan imajinasiku ini orang yang berpengaruh atau orang yang kenal dengan orang yang berpengaruh dan memiliki kapasitas yang memadai untuk mendukung hal tersebut. Sayang juga ku sekarang domisiliku tidak dikampung tapi menjadi perantau ulung yang tak kunjung sukses hahha. jadi bang toyip yang jarang pulang. Ku perlu momen yang pas untuk menyampaikan imajinasiku ini dengan orang yang tepat pula. Orang yang tepat itu orang seperti apa? Kalau menurut ramalan primbon yang kupelajari, orang yang berkompeten untuk menjadi titik awalku adalah bapak atau pak dukuh. Alasannya kenapa mereka? ya, karena mereka orang yang bisa dipercaya dan mereka merupakan orang yang berpengaruh di desa.
"Bagaimana proses imajinasi ini menjadi lebih dari sekedar imajinasi?"
Supaya imajinasi ini tidak hanya sebagai penghias perenungan semata, makanya itu ku tuliskan dengan begini bisa ku publikasikan dan banyak orang yang mungkin akan memanfaatkan ini menjadikan mimpiku menjadi lebih nyata dan terus menyata. Harusnya kubuat proposal yang bertujuan untuk mengajukan ini dan mempresentasikan hal positif ini kepada orang yang berkompeten untuk memberikan jalan dan mendukung. Produk lokal itu lebih bermakna dibandingkan produk luar yang mengakibatkan penghilangan jatidiri yang nantinya memberikan warna tersendiri untuk daerah tersebut. Bisa jadi dengan berhasilnya imajinasi ini akan menginspirasi daerah lain untuk ikut berkembang sehingga industri kedesa wisataan akan semakin berkembang.
Pembentukan team work sebagai pemrakarsa terciptanya desa wisata yang berkembang perlu adanya pertukaran ilmu diantara para hokage dari desa-desa yang terakreditasi. Hal ini peran dari pemerintah daerah diperlukan melalui dinas pariwisata atau departemen apalah yang mengurusi hal ini. Undanglah para hokage atau perwakilan dari masing-masing desa wisata untuk saling memberikan informasi dan saling mendukung satu sama lain sehingga industri perdesawisataan tercipta. Studi silang bisa dilakukan antar desa mengirimkan perwakilannya guna belajar dari desa yang sudah berhasil menjalankan roda perdesa wisataan ini.
"Bagaimana Imajinasiku yang kalap ini bisa berbeda dengan apa yang sudah ada?"
Apa yang menjadi imajinasiku itu sebenarnya secara global bisa menciptakan industri perdesa wisataan yang melibatkan para tokoh masyarakat dan juga semua masyarakat untuk mengangkat brand lokal dan memberikan perlawanan dari agresi dari trend yang sudah ada dimasyarakat sekarang yang lebih mengacu pada perilaku orang luar atau sebagai acuannya. Tren dari para tokoh masyarakat bahkan tokoh public yang gemar memamerkan kegiatannya yang membanggakan ke asingan yang menengelamkan kelokalan yang unik dan menjadi lebih menciptakan tren sendiri yang berguna untuk lingkungan, daerah bahkan skala yang lebih besar yaitu adat ketimuran dari indonesia yang memiliki banyak ragam. Jika hal ini berhasil akan menciptakan kualitas hidup yang memiliki citra lokal dan mungkin menjadi tren setter buat khalayak dunia. Karena lokal memiliki citarasa yang unggul dan siap bersaing dengan branding dari kebarat-baratan. Kualitas hidup yang setara dengan internasional lainnya sehingga mampu meningkatkan kemandirian dan penyakit latah akan barang impor. Berjayalah dengan cara kita sendiri dengan mengedepankan jati diri sendiri bukan dengan mengedepankan pola yang mengadopsi dari luaran yang menyebabkan kelokalan hilang dan punah. Kita mampu keluar dari bayang-bayang orang asing dan bangga dengan jati diri yang kita punya. Jaman sekarang moralitas dari kebanyakan orang terutama anak milenial sudah condong pada tren yang ada. Seharusnya kita menjaga adat ketimuran yang unik ini sehingga moralitas sebagai orang timur yang dikenal ramah dan santun akan kembali pada kearifan lokal. Kasihan anak cucu kita nanti tidak tau adat kelokalan. Misalnya saja, Upacara adat yang maknanya untuk mensyukuri atas apa yang sudah dicapai harus ditinggalkan dengan adat dari orang luar. contohnya Gejog lesung yang bermakna sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sebagai hasil dari daerah agraris namun harus hilang dengan budaya menjadi karyawan pabrik dengan menjual tanah dan menghilangkan gejog lesung karena tanah yang seharusnya untuk anak cucu habis dijual untuk dibangun pabrik atau dijual untuk dibuat perumahan oleh investor dari luar daerah. Kalau kita tetap mempertahankan tanah pertanian kan, brand lokal gejog lesung akan tetap lestari. Bagaiman caranya? selain mata pencaharian sebagai petani kita bisa menghidupkan kembali desa wisata tersebut sebagai tambahan income dan menjadi tuan tanah di negeri sendiri.
Semoga dengan tulisan yang sungguh imajinatif ini dapat diambil manfaatnya untukku pribadi dan mungkin orang lain. Kan ku sebarkan wabah cinta dan bangga menjadi jatidiri kita sendiri itu jauh lebih nyaman senyaman kita tinggal di jogja sana. Mantul kan quote ku hahaha...Boleh kok main jauh sejauh anda mau, namun jatidiri sebagai produk lokal dan moralitas diri yang berbrand lokal jangan sampai lepas. Tahu kan indonesia itu terkenal dengan keragamannya? yak, maka dari itu jika anda dari orang sabang jadilah orang sabang yang sbenarnya, jika jadi orang papua ya banggalah menjadi anak papua dengan segala keunikanmu. Salinglah angkat topi terhadap keunikan lokal dari segala penjuru daerah. Jika hal ini tercipta apa orang luar akan bisa merubah dan merusak dengan brand strommingnya? Jika hal itu terjadi pasti para jatidiri lokal lain akan balik membrand stromming mereka dengan segala kreatifitas mereka. Contohlah jepang dengan budayanya yang sampai sekarang tetap terjaga. Lihatlah rumah2 moderen mereka didalamnya tetap ada yang namanya tatami dan upacara2 adat ataupun acara2 perayaan selalu terlihat kimono bahkan orang berbondong ke jepang untuk memakainya dan berfoto dengan bangganya. Maksud dari imajinasiku adalah bagaimana jika apa yang dilakukan oleh bangsa jepang itu diterapkan di indonesia namun kelokalannya tergantung dari daerah masing2, pasti lebih kaya lagi. Meski jaman berubah namun kelokalan tetaplah dijaga karena itu merupakan harga diri bangsa.
Imajinasi ku biarkan lepas begini, entah bermakna ataupun tidak yang jelas ku hanya mengikuti alur dari naluriku untuk menuliskan apa yang menjadi kekalapanku saja. Waton nulis sik penting isine sirahku iso luwih bebas lan saluranku positif lan produktif.
Aku ber-imajinasi untuk mewujudkan daerahku khususnya kampungku untuk menjadikannya mandiri dalam pengembangan perekonomian yang berbasis dari masyarakat dan kembali untuk mereka juga. Sebenarnya kampung atau lebih enaknya disebut desaku sudah menjadi desa wisata yang terakreditasi BAN-PT. Eh, emang universitas kok setifikasinya dari badan yang dibawahi oleh departemen pendidikan? ya tentunya dari pemerintah setempatlah. Namun yang jadi pertanyaanku adalah kok bisa disebut desa wisata itu berdasarkan apa? terus kualifikasinya tuh seperti apa sehingga membuat desa ini menjadi desa wisata? sempat bertanya dengan beberapa nara sumber, namun jawabannya belum memuaskanku. Tapi ya sudahlah yang perlu kulakukan adalah bagaimana desa yang sudah terakreditasi ini menjadi lebih berkembang lagi dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sini.
Nah, inilah imajinasi kalapku untuk desaku tercinta.
"Apa yang menjadikan desaku ini menjadi desa wisata yang produktif?"
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pencarian potensi-potensi yang mungkin bisa dikembangkan menjadi lebih terprogram dan terstruktur dan massive ahaha...maaf sedikit mengadopsi jargon-jargon pemilu kemaren. Potensi yang bisa dijawab oleh para tetua adat dan sesepuh dari desa. Misalnya saja kegiatan adat budaya yang menjadi ciri khas dari desaku ini. Kata istriku dan orang sekitar sih kegiatan yang menjadikan desa ini menjadi terakreditasi menjadi desa wisata adalah Gejog Lesung. Apa itu gejog lesung? Berdasarkan wikipedia adalah Gejog Lesung Yogyakarta adalah kesenian tradisional berupa permainan instrumen musik perkusi menggunakan alat penumbuk padi tradisional (lesung dan alu/antan) yang berkembang dalam masyarakat agraris di berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)--meliputi Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Sleman. Ternyata kegiatan inilah yang menjadikan desaku ini menjadi desa wisata. Namun, saya sebagai warga dari desa tersebut sangat prihatin, hlo kenapa kok prihatin? Karena hal tersebut belum pernah ku lihat dan kalaupun kegiatan tersebut dilakukan hal tersebut tidak ada kontinuitas. bagaimana bisa berkembang kalau hal tersebut tidak diuri-uri alias dilestarikan? Selain hal tersebut saya juga melihat potensi dari desaku ini adalah kegiatan masyarakat yang memanfaatkan pohon bambu untuk membuat plafond atau langit-langit dengan di anyam. Hal tersebut saya membenarkan karena rumah-rumah yang ada di desaku banyak yang menggunakan plafond dari anyaman bambu. Jika hal tersebut tetap dilestarikan dengan mengajarkan ataupun mengedukasi para generasi berikutnya pastinya ini akan menjadikan daya tarik juga untuk desaku.
Perkembangan jaman yang pada akhir dari era desa adalah menjadi kota bukan tidak mungkin adat kebiasaan yang sudah ada tidak akan berlanjut dan berubah menjadi hilang berganti dengan era industrial yang serba modern. Kepedulian dari para sesepuh dan perangkat pemerintahan desa guna menyelamatkan ahhh...bahasanya dah kayak pakar hahaha. Untuk itu diperlukan branding yang melibatkan semua elemen baik dari masyarakat dan aparat pemerintahan juga.
Nah, imajinasiku mengatakan hal ini bisa dilakukan jika ada kepedulian dari semua. Untuk membangun hal tersebut menjadi nyata, bisa dilakukan dengan menyiapkan konsep branding yang berbasis pada anak muda dengan menjadikannya sebagai motor penggerak dari proses pemberdayaan masyarakat menjadi peduli terhadap kebudayaan dan gelar yang didapat sebagai desa wisata yang nantinya secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian dari masyarakat itu sendiri. Manfaatkan teknologi untuk mengangkat potensi-potensi yang ada sehingga menjadi layak untuk dijadikan daya tarik orang luar untuk datang mendatangi desa. Sedangkan untuk mendukung mereka yang datang untuk berwisata pasti mereka membutuhkan infrastruktur yang mendukung kegiatan tersebut. Baik tempat untuk makan, menginap mungkin atau bahkan kita bisa menyiapkan kantor sekaligus souvenir yang khas dari hasil karya dari desa itu sendiri.
Untuk penginepan bisa saja dikonsepkan bisa menginap dirumah penduduk sekitar dan tinggal bersama dengan si penghuni. Atau bisa saja tempat parkir bisa saja yang mengelola dari warga sekitar, misalnya pemuda yang waktunya selow bisa menjadikan ini kegiatan yang positif buat mereka. untuk sosial marketing bisa menggunakan media sosial dengan menyebarkan kegiatan-kegiatan yang memiliki potensi dari desa ini. Misalnya gejog lesung tadi dikemas sedemikian rupa sehingga bisa dipost ke sosial media sebagai promosi penarik wisatawan untuk datang. Awalnya ku manfaatkan saja kakak iparku untuk membuat video tentang kegiatan di desa yang merupakan adat kegiatan yang khas dari desa ini. Kenapa kok kakak ipar? karena beliau merupakan seorang yang berkecimpung di dunia media pertelevisian nah kebetulan seorang kameramen yang sudah senior. Sering juga kok kakak iparku meliput kegiatan adat dan keliling indonesia loh. Tentu saja hal tersebut entenglah buat seorang senior hahaha.
Untuk presentasi jika diperlukan untuk promosi ke lembaga-lembaga yang mungkin terkait, misalnya saja ada kegiatan tentang pemberdayaan masyarakat. Nah, untuk ini orang yang tepat menurutku adalah adik ponakan dari istriku yang kebetulan seorang lulusan Plublic Relationship dan kebetulan bahasa asingnya bagus dan personanya mantul kata anak jaman now. Kalo promosi bisa juga lewat mas iparku untuk meliput acara adat yang menjadi ciri khas dari desa ini.
Kebetulan juga bapak merupakan seorang yang lumayan mendapat tempat di desaku ini. Bisa menggait dan membrand stroaming para aparat dan orang untuk mendukung kegiatan tersebut yang nantinya akan membantu mereka juga dalam meningkatkan taraf perekonomian dari desa.
Banyak sih potensi yang ada namun perlu orang yang peduli akan hal itu. Menggerakkan kepedulian masyarakat itu yang perlu effort yang lebih untuk menjalankannya. Oh, sulit? tentu itu sulit namun sulit itu bukan berarti tidak bisa kan? Coba bayangkan media sosial sekarang tumbuh dengan pesatnya dan untuk membuat suatu daerah itu menjadi lebih dikenal lebih mudah karena akses informasi bisa di sebar luaskan dengan gampangnya tanpa perlu mengeluarkan biaya yang besar. Cukup dengan kuota dari handphone para milenial untuk memposting kegiatan adat dan menjadikan itu sebuah post yang menarik sesuai dengan kreatifitas masing2 orang.
Buat proposal dan diajukan ke pemerintah setempat guna minta dukungan dari para aparat pemerintahan sehingga menjadikan lingkungan hidup yang lebih positif untuk desa dan naik lagi ketingkat yang lebih luas lagi.
"Mengapa hal ini perlu dilakukan?"
Perlu bahkan diperlukan sekali, untuk menghadapi jaman yang serba susah mencari lapangan pekerjaan tentu hal ini akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang kesulitan mencari mata pencaharian. Selain itu juga bisa memberikan kegiatan yang lebih produktif dan kreatif juga untuk kaum milenial mengekpos kegiatan mereka di sosial mereka. Serta membanggakan kampung mereka sehingga tidak mengadopsi perilaku atau kegiatan yang sedang trending di sosial media yang cenderung penerapannya kurang pas untuk mereka. Mampu memberikan efek kegiatan untuk menjaga keharmonisan lingkungan secara person jadi lebih saling mengenal dan saling kompak karena lebih mengedepankan team work bukan lagi individu. nantinya kan memunculkan personal yang lebih menjaga kelestarian dari adat yang suah ada menjadi lebih terjaga dan kontinu ke generasi berikutnya.
"Kapan waktu yang tepat untuk memulai kegiatan yang luar biasa ini?"
Emmm...kapan ya harus dimulai agresi ini? itu pertanyaan yang sebenarnya bisa dijawab oleh pelaku sendiri alias saya. Bukan soal narsisku loh ya...tapi ini konsep berdasar atas imajinasiku sendiri jadi yang bisa menjawab ya saya sendiri. Untuk waktunya bisa dimulai dari sekarang dan tentukan target brand stroaming terlebih dahulu sebagai titik awal bertindak. Ilmu berorasi dan berkoar-koar merupakan ilmu yang wajib ku pelajari dengan lebih intens. Perlu belajar lagi? yak...diperlukan karena menawarkan sebuah konsep ide itu tidak gampang diperlukan ilmu kebatinan yang tinggi hahaha. Ilmu hipnotis orang untuk menjadikan orang tersebut memahami apa yang menjadi tujuan yang satu paham dengan kita itu perlu orang yang tepat. Misalnya saja orang yang kita ajak untuk mewujudkan imajinasiku ini orang yang berpengaruh atau orang yang kenal dengan orang yang berpengaruh dan memiliki kapasitas yang memadai untuk mendukung hal tersebut. Sayang juga ku sekarang domisiliku tidak dikampung tapi menjadi perantau ulung yang tak kunjung sukses hahha. jadi bang toyip yang jarang pulang. Ku perlu momen yang pas untuk menyampaikan imajinasiku ini dengan orang yang tepat pula. Orang yang tepat itu orang seperti apa? Kalau menurut ramalan primbon yang kupelajari, orang yang berkompeten untuk menjadi titik awalku adalah bapak atau pak dukuh. Alasannya kenapa mereka? ya, karena mereka orang yang bisa dipercaya dan mereka merupakan orang yang berpengaruh di desa.
"Bagaimana proses imajinasi ini menjadi lebih dari sekedar imajinasi?"
Supaya imajinasi ini tidak hanya sebagai penghias perenungan semata, makanya itu ku tuliskan dengan begini bisa ku publikasikan dan banyak orang yang mungkin akan memanfaatkan ini menjadikan mimpiku menjadi lebih nyata dan terus menyata. Harusnya kubuat proposal yang bertujuan untuk mengajukan ini dan mempresentasikan hal positif ini kepada orang yang berkompeten untuk memberikan jalan dan mendukung. Produk lokal itu lebih bermakna dibandingkan produk luar yang mengakibatkan penghilangan jatidiri yang nantinya memberikan warna tersendiri untuk daerah tersebut. Bisa jadi dengan berhasilnya imajinasi ini akan menginspirasi daerah lain untuk ikut berkembang sehingga industri kedesa wisataan akan semakin berkembang.
Pembentukan team work sebagai pemrakarsa terciptanya desa wisata yang berkembang perlu adanya pertukaran ilmu diantara para hokage dari desa-desa yang terakreditasi. Hal ini peran dari pemerintah daerah diperlukan melalui dinas pariwisata atau departemen apalah yang mengurusi hal ini. Undanglah para hokage atau perwakilan dari masing-masing desa wisata untuk saling memberikan informasi dan saling mendukung satu sama lain sehingga industri perdesawisataan tercipta. Studi silang bisa dilakukan antar desa mengirimkan perwakilannya guna belajar dari desa yang sudah berhasil menjalankan roda perdesa wisataan ini.
"Bagaimana Imajinasiku yang kalap ini bisa berbeda dengan apa yang sudah ada?"
Apa yang menjadi imajinasiku itu sebenarnya secara global bisa menciptakan industri perdesa wisataan yang melibatkan para tokoh masyarakat dan juga semua masyarakat untuk mengangkat brand lokal dan memberikan perlawanan dari agresi dari trend yang sudah ada dimasyarakat sekarang yang lebih mengacu pada perilaku orang luar atau sebagai acuannya. Tren dari para tokoh masyarakat bahkan tokoh public yang gemar memamerkan kegiatannya yang membanggakan ke asingan yang menengelamkan kelokalan yang unik dan menjadi lebih menciptakan tren sendiri yang berguna untuk lingkungan, daerah bahkan skala yang lebih besar yaitu adat ketimuran dari indonesia yang memiliki banyak ragam. Jika hal ini berhasil akan menciptakan kualitas hidup yang memiliki citra lokal dan mungkin menjadi tren setter buat khalayak dunia. Karena lokal memiliki citarasa yang unggul dan siap bersaing dengan branding dari kebarat-baratan. Kualitas hidup yang setara dengan internasional lainnya sehingga mampu meningkatkan kemandirian dan penyakit latah akan barang impor. Berjayalah dengan cara kita sendiri dengan mengedepankan jati diri sendiri bukan dengan mengedepankan pola yang mengadopsi dari luaran yang menyebabkan kelokalan hilang dan punah. Kita mampu keluar dari bayang-bayang orang asing dan bangga dengan jati diri yang kita punya. Jaman sekarang moralitas dari kebanyakan orang terutama anak milenial sudah condong pada tren yang ada. Seharusnya kita menjaga adat ketimuran yang unik ini sehingga moralitas sebagai orang timur yang dikenal ramah dan santun akan kembali pada kearifan lokal. Kasihan anak cucu kita nanti tidak tau adat kelokalan. Misalnya saja, Upacara adat yang maknanya untuk mensyukuri atas apa yang sudah dicapai harus ditinggalkan dengan adat dari orang luar. contohnya Gejog lesung yang bermakna sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sebagai hasil dari daerah agraris namun harus hilang dengan budaya menjadi karyawan pabrik dengan menjual tanah dan menghilangkan gejog lesung karena tanah yang seharusnya untuk anak cucu habis dijual untuk dibangun pabrik atau dijual untuk dibuat perumahan oleh investor dari luar daerah. Kalau kita tetap mempertahankan tanah pertanian kan, brand lokal gejog lesung akan tetap lestari. Bagaiman caranya? selain mata pencaharian sebagai petani kita bisa menghidupkan kembali desa wisata tersebut sebagai tambahan income dan menjadi tuan tanah di negeri sendiri.
Semoga dengan tulisan yang sungguh imajinatif ini dapat diambil manfaatnya untukku pribadi dan mungkin orang lain. Kan ku sebarkan wabah cinta dan bangga menjadi jatidiri kita sendiri itu jauh lebih nyaman senyaman kita tinggal di jogja sana. Mantul kan quote ku hahaha...Boleh kok main jauh sejauh anda mau, namun jatidiri sebagai produk lokal dan moralitas diri yang berbrand lokal jangan sampai lepas. Tahu kan indonesia itu terkenal dengan keragamannya? yak, maka dari itu jika anda dari orang sabang jadilah orang sabang yang sbenarnya, jika jadi orang papua ya banggalah menjadi anak papua dengan segala keunikanmu. Salinglah angkat topi terhadap keunikan lokal dari segala penjuru daerah. Jika hal ini tercipta apa orang luar akan bisa merubah dan merusak dengan brand strommingnya? Jika hal itu terjadi pasti para jatidiri lokal lain akan balik membrand stromming mereka dengan segala kreatifitas mereka. Contohlah jepang dengan budayanya yang sampai sekarang tetap terjaga. Lihatlah rumah2 moderen mereka didalamnya tetap ada yang namanya tatami dan upacara2 adat ataupun acara2 perayaan selalu terlihat kimono bahkan orang berbondong ke jepang untuk memakainya dan berfoto dengan bangganya. Maksud dari imajinasiku adalah bagaimana jika apa yang dilakukan oleh bangsa jepang itu diterapkan di indonesia namun kelokalannya tergantung dari daerah masing2, pasti lebih kaya lagi. Meski jaman berubah namun kelokalan tetaplah dijaga karena itu merupakan harga diri bangsa.
Imajinasi ku biarkan lepas begini, entah bermakna ataupun tidak yang jelas ku hanya mengikuti alur dari naluriku untuk menuliskan apa yang menjadi kekalapanku saja. Waton nulis sik penting isine sirahku iso luwih bebas lan saluranku positif lan produktif.
Comments
Post a Comment