Sang pengiring by me |
Sebut saja sastro, dia bisa disebut seniman musik yang ber-akademis. Mengapa bisa disebut seniman ber-akademis karena sastro merupakan orang lulusan salah satu lulusan Institusi pendidikan yang genrenya lebih ke seni. Seni global, dari seni rupa, seni musik, seni lukis dan seni turunan lainnya, yah pokoknya yang berhubungan dengan seni.
Sastro merupakan anak dari daerah yang menempuh pendidikan dengan merantau ke luar daerah tepatnya di Yogyakarta. Semenjak SMK dia sudah merantau untuk mengejar impiannya dalam bidang musik, sekolah yang dia pilih waktu SMK mengambil sekolah yang genrenya lebih ke permusikan. Sampai dia lulus kemudian melanjutkan perjuangannya mencapai impiannya ke institut pendidikan seni musik juga di yogyakarta.
Setelah menyelesaikan pendidikan akademis, sastro kembali merantau lebih jauh lagi dari tempat tinggalnya menuju pusat kota dengan kesibukan yang lebih dari 24 jam kalau dalam sehari lebih dari 24 jam yaitu ibu kota negara tercinta yaitu Jakarta. Ya, disana satro mengawali karirnya sebagai seniman musik untuk menjadi pengajar disebuah sekolah yayasan pendidikan selain untuk menerapkan apa yang sudah dia dapatkan dalam dunia akademik dia juga berharap untuk mengasah kemampuannya dalam bidang musik yang dia senangi dan dia impikan untuk menjadi seniman musik yang sebenarnya.
Kehidupan gelamor di kota besar dia cicipi dari terjunnya sastro dalam dunia permusikan yang lebih ke arah kehidupan yang penuh dengan godaan duniawi. Selain sastro mengajar dia juga banyak menerima side job dalam dunia musik. Dia memprodus musik dari kliennya baik itu dari teman maupun dari orang lain yang dikenalkan oleh teman dalam lingkaran dia. Dalam setahun, sastro terkadang ada pertunjukan atau manggung dalam kesatuan orchestra dengan spesialis alat tiup hingga dia berhasil menembus batas lintas negara dan benua yaitu eropa. Perjuangannya mencapai itu melalui proses yang sangat terjal, dengan menjadi guru musik yang hanya mengajar 2 sampai 3 kali dalam seminggu itu takkan cukup untuk hidup lebih dari sederhana bahkan lebih ke arah memprihatinkan. Kenapa kok bisa memprihatinkan? karena sastro akan mendapatkan honornya jika dia mengajar alias honorer dalam sebuah kontrak jadi utamanya sebenarnya dia merupakan orang dengan pendapatan utama dari site jobnya. Apalagi biaya hidup di kota besar seperti jakarta tinggi tak seperti biaya hidup di kota jogja yang bisa hampir 2 kali lipat jika dia akumulasikan kehidupannya di sana dengan di jakarta.
Godaan hiburan gemerlap ibukota juga sangat besar, jika tak bisa mengerem ya sudah penghasilan sebesar apapun akan hilang sekejab mata. Hal inilah yang disebut star sindrom dalam dunia intertain. Dalam beberapa side job dia mendapatkan honor untuk bertahan hidup 2 sampai 3 bulan berikutnya jika sastro bisa mengatur keuangannya dengan benar atau dengan tepat guna. Namun, mirisnya sastro tergiur dengan kehidupan kota yang konsumis, dari gadget, hiburan, lingkungan yang lebih ke arah konsumis mengakibatkan dia tak bisa mengatur dengan tepat. Rasa ingin dengan kebutuhan semakin menjadi kabur dari sudut pandangnya. Ya, penyesalan datang terlambat hingga dia kembali ke fase prihatin. Dalam sebulan dia hanya mendapatkan honor kerja untuk mengajar beberapa kali dan kebutuhannya sebulan lebih besar jika dia menggunakan hasil jerih payahnya itu untuk sesuatu yang bukan kebutuhan primer.
Sedangkan sidejob lagi sepi, ya sudah semua terlewati begitu saja tanpa bisa kita putar kembali waktu jayanya. Roda kehidupan berputar 180 derajat hingga keseharian dipenuhi rasa keprihatinan yang mendalam dan itu merupakan efek domino dari apa yang sudah dilakukannya dalam beberapa waktu yang sudah dilewatiya. Suatu ketika dia mengutarakan penyesalan akan apa yang sudah dilewatinya kepadaku, dia begitu gamblang mengutarannya kalau kehidupannya memang lebih konsumtif jika memiliki hasil dari apa yang dia kerjakan tanpa bisa dia mengeremnya. Ya, itulah kehidupan dikota besar banyak godaan yang tak kita sadari mempengaruhi kehidupan kita dalam menjalani kehidupan harian kita.
Sastro berpindah mengajar dari satu yayasan ke tempat lain dan itu semua berdasar kontrak, biasanya setiap habis masa kontrak dia akan ditawari kembali atau tidak, jika iya juga kadang dia tak mengambil dan memilih untuk mencari tempat lain jika ada yang lebih baik sambil freelancenya tetap berjalan. Sastro merupakan seorang introvert yang kita kenal sebagai orang yang pasif dalam bersosialisasi, sedangkan didunia yang dia geluti dituntut untuk aktif menjual apa yang dia punya. Itu merupakan tantangan buat sastro dan mungkin juga orang lain.
Dalam kesempatan berbeda, sastro mengungkapkan akan keinginan dan impiannya kedepan ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dan setelah menyelesaikan pendidikannya dia akan kembali ke kampung halamannya di Palangkaraya untuk mengabdikan diri menjadi pengajar dalam dunia akademik yang sedari awal sudah menjadi lingkungannya. Nah, pada pelaksanaanya sastro terganjal oleh situasi yang dia sudah rasakan sekian tahun yaitu biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Mumpung masih muda dia berangan untuk ke arah yang benar karena dalam dunia mengajar dia sudah familiar juga. Perjuangannya kini harus dimulai dari titik nol kembali, baru mau mulai namun kenyataannya tak sesuai dengan yang diharapkan. Pekerjaannya dalam mengajar juga tak semulus yang dia harapkan, dari seminggu dia hanya mengajar sekali dan itu tak diimbangi oleh pendapatan diluar mengajarnya dalam dunia permusikan.
Dunia freelance yang dia geluti sepi, entah karena memang itu musiman atau apalah ntah akupun tak tau. Dari penuturan sastro, memang yang namanya freelance nya biasanya memang musiman, kemungkinan ramai itu pertengahan tahun ke akhir tahun yang ramai. Sedangkan mengajar sekarang juga diterpa kejadian luar biasa dari dunia kesehatan yaitu merebaknya virus yang mengguncang wuhan-cina di akhir tahun 2019 kemaren dan berkembang hingga ke penjuru dunia termasuk indonesia. Sekolah diliburkan hingga waktu yang tak bisa ditentukan, sedangkan pendapatannya dapat dicairkan jika dia mengajar. Ya sudah apes pun datang bertubi-tubi kepada sastro. Kebijakan pemerintah yang menghimbau untuk sekolah, instansi pemerintah, dunia kerja untuk dihentikan untuk sementara dengan jalan mengurangi jam belajar disekolah, kalau untuk dunia kerja dianjurkan untuk bekerja dari rumah. Sudah jatuh tertimpa tangga, itu peribahasa yang lebih tepat untuk keberuntungan sastro.
Kehidupannya sekarang ya hanyalah menjalani kehidupan di dalam penantian tak pasti. Namun untuk menyikapinya ya harus bersabar dan menyusun kembali goals demi goal kedepan yang lebih baik lagi. Sementara dirumah untuk mengintrospeksi diri demi menilai diri dari kesalahan diri yang harusnya bisa diminimalisir sampai mencari peluang yang lebih jelas, terukur, bisa dicapai dan juga relevan bertenggat waktu.
Sampai tulisan ini terbit, proses masih terus berjalan hingga waktu tertentu hingga apa yang menjadi impian dari sastro tercapai.
Dari pengalaman si sastro bisa saya ambil hikmah dari pengalaman dia mewujudkan mimpinya adalah sikap disiplin berkelanjutan dengan tetap belajar dan berjuang hingga diperlukannya introspeksi dari apa yang sudah kita lakukan dalam mewujudkan impian kita. Pesan untuk sastro, tetaplah berjuang demi masa depan yang kau impikan, jangan pernah menyerah karena roda pasti berputar.
Setelah menyelesaikan pendidikan akademis, sastro kembali merantau lebih jauh lagi dari tempat tinggalnya menuju pusat kota dengan kesibukan yang lebih dari 24 jam kalau dalam sehari lebih dari 24 jam yaitu ibu kota negara tercinta yaitu Jakarta. Ya, disana satro mengawali karirnya sebagai seniman musik untuk menjadi pengajar disebuah sekolah yayasan pendidikan selain untuk menerapkan apa yang sudah dia dapatkan dalam dunia akademik dia juga berharap untuk mengasah kemampuannya dalam bidang musik yang dia senangi dan dia impikan untuk menjadi seniman musik yang sebenarnya.
Kehidupan gelamor di kota besar dia cicipi dari terjunnya sastro dalam dunia permusikan yang lebih ke arah kehidupan yang penuh dengan godaan duniawi. Selain sastro mengajar dia juga banyak menerima side job dalam dunia musik. Dia memprodus musik dari kliennya baik itu dari teman maupun dari orang lain yang dikenalkan oleh teman dalam lingkaran dia. Dalam setahun, sastro terkadang ada pertunjukan atau manggung dalam kesatuan orchestra dengan spesialis alat tiup hingga dia berhasil menembus batas lintas negara dan benua yaitu eropa. Perjuangannya mencapai itu melalui proses yang sangat terjal, dengan menjadi guru musik yang hanya mengajar 2 sampai 3 kali dalam seminggu itu takkan cukup untuk hidup lebih dari sederhana bahkan lebih ke arah memprihatinkan. Kenapa kok bisa memprihatinkan? karena sastro akan mendapatkan honornya jika dia mengajar alias honorer dalam sebuah kontrak jadi utamanya sebenarnya dia merupakan orang dengan pendapatan utama dari site jobnya. Apalagi biaya hidup di kota besar seperti jakarta tinggi tak seperti biaya hidup di kota jogja yang bisa hampir 2 kali lipat jika dia akumulasikan kehidupannya di sana dengan di jakarta.
Godaan hiburan gemerlap ibukota juga sangat besar, jika tak bisa mengerem ya sudah penghasilan sebesar apapun akan hilang sekejab mata. Hal inilah yang disebut star sindrom dalam dunia intertain. Dalam beberapa side job dia mendapatkan honor untuk bertahan hidup 2 sampai 3 bulan berikutnya jika sastro bisa mengatur keuangannya dengan benar atau dengan tepat guna. Namun, mirisnya sastro tergiur dengan kehidupan kota yang konsumis, dari gadget, hiburan, lingkungan yang lebih ke arah konsumis mengakibatkan dia tak bisa mengatur dengan tepat. Rasa ingin dengan kebutuhan semakin menjadi kabur dari sudut pandangnya. Ya, penyesalan datang terlambat hingga dia kembali ke fase prihatin. Dalam sebulan dia hanya mendapatkan honor kerja untuk mengajar beberapa kali dan kebutuhannya sebulan lebih besar jika dia menggunakan hasil jerih payahnya itu untuk sesuatu yang bukan kebutuhan primer.
Sedangkan sidejob lagi sepi, ya sudah semua terlewati begitu saja tanpa bisa kita putar kembali waktu jayanya. Roda kehidupan berputar 180 derajat hingga keseharian dipenuhi rasa keprihatinan yang mendalam dan itu merupakan efek domino dari apa yang sudah dilakukannya dalam beberapa waktu yang sudah dilewatiya. Suatu ketika dia mengutarakan penyesalan akan apa yang sudah dilewatinya kepadaku, dia begitu gamblang mengutarannya kalau kehidupannya memang lebih konsumtif jika memiliki hasil dari apa yang dia kerjakan tanpa bisa dia mengeremnya. Ya, itulah kehidupan dikota besar banyak godaan yang tak kita sadari mempengaruhi kehidupan kita dalam menjalani kehidupan harian kita.
Sastro berpindah mengajar dari satu yayasan ke tempat lain dan itu semua berdasar kontrak, biasanya setiap habis masa kontrak dia akan ditawari kembali atau tidak, jika iya juga kadang dia tak mengambil dan memilih untuk mencari tempat lain jika ada yang lebih baik sambil freelancenya tetap berjalan. Sastro merupakan seorang introvert yang kita kenal sebagai orang yang pasif dalam bersosialisasi, sedangkan didunia yang dia geluti dituntut untuk aktif menjual apa yang dia punya. Itu merupakan tantangan buat sastro dan mungkin juga orang lain.
Dalam kesempatan berbeda, sastro mengungkapkan akan keinginan dan impiannya kedepan ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dan setelah menyelesaikan pendidikannya dia akan kembali ke kampung halamannya di Palangkaraya untuk mengabdikan diri menjadi pengajar dalam dunia akademik yang sedari awal sudah menjadi lingkungannya. Nah, pada pelaksanaanya sastro terganjal oleh situasi yang dia sudah rasakan sekian tahun yaitu biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Mumpung masih muda dia berangan untuk ke arah yang benar karena dalam dunia mengajar dia sudah familiar juga. Perjuangannya kini harus dimulai dari titik nol kembali, baru mau mulai namun kenyataannya tak sesuai dengan yang diharapkan. Pekerjaannya dalam mengajar juga tak semulus yang dia harapkan, dari seminggu dia hanya mengajar sekali dan itu tak diimbangi oleh pendapatan diluar mengajarnya dalam dunia permusikan.
Dunia freelance yang dia geluti sepi, entah karena memang itu musiman atau apalah ntah akupun tak tau. Dari penuturan sastro, memang yang namanya freelance nya biasanya memang musiman, kemungkinan ramai itu pertengahan tahun ke akhir tahun yang ramai. Sedangkan mengajar sekarang juga diterpa kejadian luar biasa dari dunia kesehatan yaitu merebaknya virus yang mengguncang wuhan-cina di akhir tahun 2019 kemaren dan berkembang hingga ke penjuru dunia termasuk indonesia. Sekolah diliburkan hingga waktu yang tak bisa ditentukan, sedangkan pendapatannya dapat dicairkan jika dia mengajar. Ya sudah apes pun datang bertubi-tubi kepada sastro. Kebijakan pemerintah yang menghimbau untuk sekolah, instansi pemerintah, dunia kerja untuk dihentikan untuk sementara dengan jalan mengurangi jam belajar disekolah, kalau untuk dunia kerja dianjurkan untuk bekerja dari rumah. Sudah jatuh tertimpa tangga, itu peribahasa yang lebih tepat untuk keberuntungan sastro.
Kehidupannya sekarang ya hanyalah menjalani kehidupan di dalam penantian tak pasti. Namun untuk menyikapinya ya harus bersabar dan menyusun kembali goals demi goal kedepan yang lebih baik lagi. Sementara dirumah untuk mengintrospeksi diri demi menilai diri dari kesalahan diri yang harusnya bisa diminimalisir sampai mencari peluang yang lebih jelas, terukur, bisa dicapai dan juga relevan bertenggat waktu.
Sampai tulisan ini terbit, proses masih terus berjalan hingga waktu tertentu hingga apa yang menjadi impian dari sastro tercapai.
Dari pengalaman si sastro bisa saya ambil hikmah dari pengalaman dia mewujudkan mimpinya adalah sikap disiplin berkelanjutan dengan tetap belajar dan berjuang hingga diperlukannya introspeksi dari apa yang sudah kita lakukan dalam mewujudkan impian kita. Pesan untuk sastro, tetaplah berjuang demi masa depan yang kau impikan, jangan pernah menyerah karena roda pasti berputar.
Pada dasarnya hasil maksimal merupakan tujuan, sedangkan usaha maksimal merupakan proses perjuangan, namun jika hasil maksimal belum didapatkan diperlukan untuk introspeksi dan bersyukur atas apa yang sudah kita dapatkan hingga mencapai titik ini.
Jakarta, 22 maret 2020
salam
Comments
Post a Comment