![]() |
Gambar oleh My pictures are CC0. When doing composings: dari Pixabay |
Setiap hari seperti hari minggu saja ini, kerjanya cuman bangun, makan, ngopi dan kembali tidur. Tak bisa melakukan kegiatan out door seperti biasanya. Tiap kali melihat ke luar melalui jendela, hanya rongsokan motor diam tertata rapi dalam keheningan hari. Pintu-pintu tetangga tertutup senyap tak ada pergerakan dengan bunyian seperti biasanya, "ngiiiieeekk", itulah bunyi yang sering terdengar ketika tetangga mulai menyambut pagi dengan riangnya. Kali ini, dalam beberapa hari kedepan tak akan banyak terdengar bunyi pintu akan terbuka, mereka lebih memilih untuk berdiam diri dibalik pintu-pintu tersebut. Membiarkan pintu berdiam dalam posisinya menutup.
Langit-langit plafon mulai sekarang akan selalu ku lihat dengan sama setiap detik, menit dalam hari-hari sepanjang waktu, tanpa kejelasan sampai kapan akan berakhir.
Sesekali berganti, dari balik kamar ku lihat melalui jendela sisi sunyi lain di luar kamar. Motor yang biasanya sering hilir mudik dan berganti posisi dalam barisan, kini terdiam tanpa kata. Tirai jendela yang mulai membuluk, karena sering ku sentuh untuk membuka cahaya masuk ke dalam kamar penuh kesunyian ini. Nampak, tumpukan baju terdamar begitu saja, tanpa ku tata, hanya ku hamparkan saja di atas keranjang.
Laba-laba mulai menemaniku di langit-langit kamarku, mereka meniruku menghamburkan lamat untuk menyangganya tetap berada di langit-langit, hanya untuk menemaniku dalam kamar sunyi ini.
Terkadang jika bosan melandaku, ku nyalakan bunyi-bunyian dari penyanyi favoritku dalam bingkai kotak berdawai simbol-simbol huruf disana. Bermain ke luar ruang kamar virtual, kudapati keriuhan tempat lain yang serupa pula dengan ruang sunyi ini. Berkumpul mereka dalam kesatuan kesunyian, tak dapat bergerak, jikalau bergerakpun mereka hanya bisa melakukan dengan cara virtual saja lewat selancar dalam dunia maya.
Ku melihat bosan, frustasi, keresahan makin hari bertambah layaknya gunung es, tinggal menunggu waktu saja untuk meledak.
Tiap buka mata, langit-langit, dinding, almari bahkan korden yang sama yang selalu menutupi jendela untuk mengintip. Apakah nasibmu wahai mata pencaharian? entah bagaimana akan terjadi ujung perjalananmu kini. Mulai diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar yang makin marak diberlakukan oleh daerah-daerah penyangga ibu kota menjadikan jakarta makin sepi.
Panas sudah rasa dalam kamar sunyi ini, menahan hawa dari dalam diri ingin menyalurkan emosi jiwa. Jikalau teriak itu sebuah obat yang mujarab, tentu saja akan kulakukan dengan gembira, namun tak heran jika itu bukanlah sebuah solusi ditengah kondisi seperti ini. Banyak orang mengalami hal yang sama, mereka tak bisa melakukan itu, karena akan mengganggu ketertiban lingkungan. Banyak faktor yang membelenggu diri ini untuk berekspresi sesuai keinginan dari diri ini.
Manusia dewasa dengan perjalanan hidup yang sudah terlalui, tentu saja banyak pengetahuan yang makin lama makin membelenggu diri mereka untuk melakukan apa yang mereka resahkan. Kalau bisa merubah paradigma, aku ingin menjadi anak kecil lagi yang pandai melakukan selebrasi penuh ekspresi tanpa memikirkan lingkungan yang membelenggu. Jika ingin teriak, ya tinggal teriak saja, lingkungan akan memakluminya dengan segera.
Perbuatan mengeksplore diri sendiri sejatinya tak lekang oleh waktu, kita selalu belajar dari waktu ke waktu sampai hayat kita berakhir dalam kesunyian. Kini sunyi menjadi teman sekaligus musuh utama yang meragukan kesenanganku, tanpa bisa ku mangkir dari mereka untuk sekarang.
Manikmati waktu bersama keluarga itu nikmat sekali, biarpun hanya mengobrol saja. Aku ingin itu, sungguh rindu betapa hangatnya suasana kekeluargaan itu. Namun, saat ini hanyalah sebuah mimpi di siang hari bolong.
Harapan tolong berikan aku jeda waktu untuk mengungkapkan ini sebentar saja, hingga ku terlelap dalam kesunyian malam bersama langit-langit kamarku. Gelak tawa mereka menertawaiku dalam sunyi, kawan kau sama saja denganku kali ini. Ku hisap dan ku bubuhkan ke arah langit-langit sebagai kawan menemaniku, terkadang dia hilang begitu saja dalam sekam. Bodo amat, kawan sikap itu kadang berisik mengusik kebersamaan kita ye kaan?
Berdamai dengan keadaan ini menjadikan keheningan sekarang berkawan denganku, iya benar. Aku sekarang berkawan dengan kesunyian dalam keheningan malam nan panjang. Kan kunikmati itu hingga jiwa ini mendapatkan pencerahan demi melanjutkan diri mengejar ambisi pengharapan abadi.
Lelap dalam lelah menunggu harapan, mata mulai lunglai. Long-longan serigalaa itu lambat laun makin lirih menjadi buih begitu saja. Ketenangan akhirnya ku gapai bersama hilangnya long-longan serigala itu lenyap dalam langit-langit kamar. Selamat beristirahat dalam malam kawanku.
Comments
Post a Comment