Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay |
Iya tau, hari ini ku emosi setingkat dengan langit, memang tak begitu tinggi jika ku mampu terbang. Mungkin saja langit tak begitu jauh, ini pikiranku. Jika langit bisa ku ukur dengan perasaan bisa saja perasaan membumbungkan jengkalnya hingga tak terhingga, bisa kan begitu?
Terkadang bualan dalam anganku mengatakan, lihatlah langit dari dalam rumahmu, itu lebih bijak karena langit dari rumahku terlihat dan mampu ku raih dengan segera.
Yah, khayalan ini makin tak jelas, ragu jadinya. Banyak percakapan mengintimidasi diri dalam ragaku ini berontak. Entah, percakapan kadang membuatku tegar, terkadang tak pula mampu menggerakkan tubuhku dalam perundungan maha bodoh.
Tahukah kau jika alam ini terdiri dari mahluk ciptaan dari dzat tak terlihat dan tak pernah orang bisa melihat itu dengan benar. Mereka melihat dengan jasad bukan dengan nurani, mereka terlena dengan tampang bukan dengan nurani. Walahhh...walahh...bilang sajalah kalau kau tak suka dengan personamu sendiri, yang maha bodoh itu, jelitheng dalam kedombrangan kain berlipat-lipat. Dasar kau diri, memangnya kau suka dengan itu semua? apa kau nyaman dengan ini semua? atau kau memang berniat untuk berdiam saja? Terserahlah, aku juga tak bisa mengintimidasimu.
Cukup tuan diri, hari ini kau sudah mulai kalap lagi, dari pergi tanpa permisi, pergi tanpa kembali. Kau tadi juga main dengan kejam, daun kau cincang begitu saja ah dasar kau diri enak benar kau hari ini. Kau teriak seolah kau paling benar, paling tua, paling bijak..hufft tarik nafas dan tenanglah, aku bersamamu disini, jangan kau risaukan hari esok, nikmatilah!
Aku tau ini caramu menyapaku dengan penuh semangat, aku juga tau kau sengaja untuk berdebat denganku supaya aku mengerti. Sudah, kita memang tak bisa menjadi sempurna, ada saja hal tak pantas kita pernah lakukan. Maafkan diri segera, cepatlah kau berdiri sambut uluran maaf itu, kenapa? Kau masih meragukan? Apa kau masih bermuram?
Belahan dunia di ujung sana, iya dekat dengan langit dekat dengan kekasihmu itu loh, kau masih ingatkan? Aih, kau lupa atau pura-pura lupa sih? Terserah kau saja diri, aku hanya ingin membantumu untuk tetap menjadi kau saja, tidak yang lain, hanya itu saja.
Kau punya tugas yang belum kau selesaikan, kau hampar begitu saja, kau telantarkan hingga berbusa. Naif sekali kau diri, diam membisu, kau pikir itu akan selesai? tidak diri, itu akan berdebu dan berkarat begitu kau tinggalkan. Penyesalan kau buat didepan sajalah, jangan kau biarkan dia menjadi terakhir. Kau tau apa yang akan terjadi kalau penyesalan itu kau kebelakangkan? seperti bintang dilangit dikala awan mendung berada di antrian pertama, percuma! kau akan kalah dengan sempurna hingga diri mu akan paripurna.
Sebentar diri, aku ambil sebatang rokok dulu sebelum kau meneruskan ceritamu. Ku hisap untukku sedikit fokus untuk bernafas, hingga dada ini mengembang kempis dengan teratur. heiii...kau jangan minta kopi, jantungmu takkan kuat menahan pahitnya, dia kan berdegup lebih cepat dari detik arlojimu. Kau tak ingin berlalu lebih cepatkan? Bagai angin tanpa permisi lewat depan wajahmu kan? Sudah aku saja yang menanggung degup itu, kau fokuslah pada langit yang kau banggakan itu.
Kau saja tak tahu kapan bedcover itu ku ganti, bukan motif garis sekarang, motif bunga tampan dengan goresan senyum. Tak sewarna lagi tapi bagai pelangi yang kaya akan warna. Oh iya kan kau tak bisa lihat jika dalam kesunyian begini, maaf aku lupa kalau sunyi ini tak berbunyi tapi berdentang bagai degup jantungku.
Mungkin kau sudah menemukan kawan sejatimu, sunyi kan namanya? Kau lupa? kau kan sudah mengenalkan sunyi padaku beberapa saat yang lalu, masak kau lupa? Sedih aku melihatmu seperti ini diri, kau tak layak meihat langit lagi, dia sudah tertutup oleh sunyi temanmu itu, iya kan?
Okey, sekarang kau mau berbuat apa lagi, kau mau berlari keluar untuk kembali pada langit? Kau tak dengar berita terbaru, jika di luar kau akan mati mendengar siulan burung hantu bernyanyi. Dia adalah penjaga langit yang kau tinggalkan itu diri. Langit murung karena kau berteman dengan sunyi.
Maafkan aku diri, aku terlalu egois denganmu, hari ini aku lepas kendali tanpa peduli. Aku berbuat keterlaluan dengan jasad, membuatnya menangis dengan derai peluhnya sampai-sampai jasad tak bisa menahan.
Cukup ya untuk hari ini, kita hentikan dan bersihkan diri menyambut datangnya musim baru, semoga bulan mampu membujuk awan untuk pergi hingga kita bisa melihat langit lagi.
Kau lelah, aku pula demikian, aku ingin menemui malam dalam mimpi, kau ikut ya diri, ini perintah dari dzat maha agung diri, maka ikutlah!
Kau masih bertahan diri, kau memang keras kepala huhh...tak habis pikir kau begitu kerasnya. Sebentar lagi serigala akan muncul dari balik pepohonan, kau tak takut diri? Serius ini aku tak bohong, serigala itu akan merobek tiap bagian dari tubuhmu, mencabik dengan taringnya tanpa permisi penuh ambisi.
Lantas apa diri, hingga kau bisa berbaring bersamaku dalam hening keramaian suara detak arloji. Kau pikir itu hanya parodi belaka, itu bikin celaka diri! Percuma kau busungkan dada, jika tubuhmu terdata tak berada.
Apa kau bilang?
Lebih keras kau berkata, jangan terbata!
Bergidik bulu tangan hingga menganga poriku, itu kau tidak salah kalau kau mengalah? Lihat wajahku diri, lebih detail lagi lihat senyumku, lebar selebar wajahku.
Terima kasih diri kau sudah mau mengalah yang tak berarti kalah. Kita itu tak saling mengalahkan, tapi kita saling menengadah dalam beribadah.
Kita berbaring dalam pembaringan berjaring itu yuk diri, nanti kita bercengkerama bersama hingga mentari mencuat membuka mata untuk kita.
Terima kasih diri atas kerjasamanya hari ini, semoga kita selalu kompak dalam menapak.
Comments
Post a Comment