Gambar oleh Wokandapix dari Pixabay |
Malam ini kembali ku berbincang dengan diri, dalam waktu beberapa hari ini kau melakukan apa saja diri? Bisa kau berikan kita sedikit waktu untuk berbincang tentang apa yang terjadi pada diri?
Kau sungguh membuatku kesal teramat kesal diri, kau tak mengindahkan apa perkataanku. Kau sudah muak denganku diri? Kemelut akan menjadi kerut makin terlihat di wajahku diri, kau tak berbelas pada gelas hingga kau tak menghiraukan gurauan dari gelas.
Marah kau padaku diri, memang aku salah apa padamu diri hingga kau merasa melepas tanpa belas asih padaku? Ini kita diri bukan tentang aku ataupun kau diri, kita kesatuan dalam aturan kesepakatan yang kemaren kau sepakat.
Apa saja yang kau kerjakan beberapa hari terakhir diri, hingga kau begitu malas dalam membalas kehadiranku? Memang aku sadari aku tak seperti kau diri yang tak bisa menampakkan diri secara jelas namun kau kasat oleh cahaya. Ya, tentu sinarnya saja bisa kudapati tanpa bisa raba dalam rasa yang terasa.
Ini bukan akhir dari malam diri, kita masih dalam temaram dalam bayang kegelapan remang-remang diri. Aku gelisah dalam kesendirian diri, kau tak pelak mengasah dalam kegelisahanku bermain dengan intuisi yang mengasihi kita dalam mengarungi perdebatan yang tak kunjung terobati.
Salah?
Tidak diri kita tak membahas akan salah dalam masalah, tapi solusi untuk mendapatkan kesepakatan antara aku dan kau diri. Aku memang gelisah diri kau juga merasakan hal yang sama kan diri? Udahlah jangan kau terus mendesah akan keresahan, kita sama senasib dalam karib, bukan resah dalam gusar yang membuyar.
Mari kita berdamai dalam ramai kegusaran kita, kembali pada malam untuk bersemayam, merindu dalam sendu, bersama dalam irama. Kewarasan kita harus seiring lantas selaras, untuk menghadapi masalah bukan untuk mengalah dalam resah bukan?
Iya, aku tau kau meratapi apa yang sedang terjadi pula menjadi bunga redup layaknya lampu malam yang mulai tenggelam gulita. Melodi alam yang bersenda gurau menertawakan kita diri. Aku takut ini menjadi semakin akut tatkala kau menangis dalam menangkis semua itu diri. Kita lakukan dalam sebuah kesatuan antara kau dan aku, memang tak semudah mengubah tapi ini pasti akan membaik dalam itikad terbaik.
Ku berharap pada hujan namun kau malah mengubah menjadi umpan, hanya untuk menolakku berdiri untuk mandiri bersama kau diri. Ini yang membuat kau jadi kesal akan ku? Baiklah jika itu membuat kau menjadi apatis terhadap tangisku diri. Menangis adalah sebuah ungkapanku untuk melepaskan kegelisahan dalam keresahan murahan.
Adaptasilah diri, kita saling membutuhkan untuk saling menguatkan dalam melepas malam. Teramat naif jika kau tak memberikanku kesempatan untuk merubah menjadi mantan dalam melepas malam.
Mereka tak tau apapun tentang kita diri, ini rahasia kita berdua tak lain. Barangkali mereka juga bertolak belakang dengan kita, mereka rasa angkara bukan untuk dirasa, tapi untuk dipulasara. Sedangkan kita membuat pulasara menjadi rasa untuk kita tumpas angkara, tentu saja berbeda diri, ini tak seperti yang kau pikirkan.
Simpan sedihmu diri, mari kita bersama satu irama mengalahkan sedih untukku dan bagi dirimu sendiri pula. Pendam sedalam biarkan tertumpuk oleh sampah yang membuat masalah, kita timbun dalam rimbun dahan dalam-dalam.
Ku rasa kita akan membaik guna mendapat solusi terbaik, mengarungi semua tantangan dalam angan intuisi kita. Kerahkan segala keangkuhan intuisi untuk kita memanipulasi mereka dalam lingkaran kita semoga terkendali.
Ingat kita berpijak dalam kebijakan diri kita untuk melangkah demi langkah semoga menjadi berkah. Langit sedang tersenyum akan kita, dia sedang melihat dua insan ya..antara aku dan kau diri tak lain. Dia menyorot dengan sorot remang malam mengiringi kegelisahan kita menunggu datangnya pagi dalam terang mentari penuh kehangatan.
Okey, mulai perlahan kau mulai menahan egomu diri. Akupun pula begitu bertahan dalam perlahan waktu mengiringi kita. Angin malam mengibaskan dahan untuk membersihkan kegelisahan kita, semilir bergilir menyapa dan berkata, "kalian perlahan dapat bertahan kawan".
Mulailah menulis tulisan untuk mewarnai dunia lewat sendau gurau liar imaji. Mengawal diri tuk selalu memulai awal hari penuh arti bersama denganku sekarang menuju masa datang.
Suatu saat kegelisahan akan singgah, namun jika kita selalu kuat dalam satu, ini tak akan berarti apa-apa. Untuk itu berjuang yuk diri, ada klimak yang menyimak untuk segara kita jamak berdua, betul itu hanya berdua saja.
Terima kasih untuk belas kasihmu diri kau tak lepaskanku sendiri memperjuangkan ini semua menjadi lebih kuat dalam menghempas dan menumpas kegelisahan ini.
Terus terang benderang sinar itu akan menghangat dalam lengkap, menyapa kita kemudian melampui apapun itu tantangan kedepan.
Cukup diri, ini sudah tak baik jika harus terbalik malam menjadi siang ataupun sebaliknya. Kita harus dalam keadaan waras untuk menjadi mawas. Kita harus cukup tega untuk menjadi lega, kemudian menengadah untuk berserah kepada sang khalik.
Ku bersama diri berserah kepadamu ya sang khalik, untuk menghilangkan kegelisahan dalam setiap tantangan dalam kehidupan kami. Terimalah segala kegelisahan kami untuk merubahnya menjadi secercah harapan penuh pengharapan kami. Hilangkan duka dan lara kami, ubahlah menjadi suka cita sepenuh penuhnya bersamaan dengan terbitnya mentari dalam mengawali hari.
Aku beserta diri pamit untuk berhimpit dalam keberkahan bukan keserakahan.
salam,
Comments
Post a Comment