Bebas Merdeka Gambar oleh Jill Wellington dari Pixabay |
Antara diri dengan logika tak ada yang mau mengalah dalam memutuskan atau memikirkan sesuatu. Baik diri dan logika sama-sama memiliki argumen dengan sudut pandangnya masing-masing.
arrggghh...kesel jadinya, mau ini mau itu semua mau dengan ego masing-masing.
Resolusi tahun 2020 ini menjadi sebuah tantangan berat untuk diselesaikan dengan tindakan biasa, diperlukan sebuah bantingan dari haluan yang seharusnya. Bingung mau mulai dari awal lagi tapi kok lingkungan semakin menjepit hingga terhimpit sendiri. Sekarang sudah tak sendiri, sudah ada tanggungan yang mengandalkan diri untuk terus bekerja guna memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Anak orang sudah berani memilih diri ini untuk menjadi panutan dalam hidupnya tanpa ada paksaan, mau berkilah bagaimana lagi? diri ini tak lagi seorang jomblo, jika masih jomblo pastilah tak akan seruwet ini dalam mendiskusikan apa yang akan kulakukan ke depan. Perlu pertimbangan dari diri ke dalam diri dan juga ke luar dengan berdiskusi dengan rekan sehidup semati yaitu teman, sahabat, istri dan sebagai orang tua dari anakku.
Bimbang dan tak pelak ini membuat rasa dalam diri sengsara dalam melanjutkan ataukah memutuskan untuk kembali dari nol layaknya kondisi yang lagi santer diberita-berita yaitu New Normal. Semua kembali ke tatanan awal atau bahasa sederhananya semua kembali dari awal untuk kehidupan baru setelah dihempas badai akibat pandemi ini.
Hati tak pernah berbohong dalam hal rasa tapi logika terkadang berkelit dengan analisa-analisanya yang merumitkan suasana. Manusia semakin tumbuh dan menua akan semakin ribet karena banyak logika yang tumbuh beriringan dengan bertambah tuanya diri kita selama hidup. Apakah pernyataan tersebut bisa dibenarkan ataukah ini hanyalah sebuah ketakutan dibumbui kemalasan untuk tidak ribet?
Perdebatan diri dengan logika ini harusnya kulempar jauh saja tanpa perlu ku gagas, ku acuhkan saja kali ya? namun pemahaman diri ini saja masih cetek mau mengacuhkan mau jadi apa diri ini jika hal ini kulakukan? Toh, diri ini tetap masih saja hidup dalam ketidak pastian, mau berjalan saja musti dipertimbangkan mau pakai baju apa, sepatu apa, naik apa ya kan? sedangkan diri hanya tau kalau mau ke arah selatan untuk bekerja.
Apakah akar dari masalah logika sebenernya hingga menjadi sebuah keribetan yang tak kunjung berdamai dengan diri?
Apa karena diri dan logika berseberangan?
Apakah diri terlalu takut dengan logika?
Ataukah logika itu sendiri merupakan bentuk dari ketakutan diri?
Jika diri berkata maju ya maju saja, ini merupakan kejujuran diri akan respon dari apa yang dirasakan diri. Namun, diri tak cukup kuat dalam mengambil keputusan karena ada pertimbangan dari analisa logika yang makin tua makin ruwet saja analisanya. banyak sekali analisa dari logika yang menghambat diri untuk bereaksi dengan mantab.
Lantas apa solusi dari masalah yang sekarang ku hadapi ini? logika terlalu mendominasi kepentingan daripada diri yang selalu jujur dalam merasakan situasi lingkungan sekarang. harus kembali lagi pada diri yang sebenarnya, karena diri merupakan wujud asli dari tuhan untuk jasad ini.
Aneh....ya bisa ku sebut logika ini aneh, kenapa bisa malah menakuti diri untuk bertindak dalam merespon situasi ini? kepentingan logika itu sebenarnya untuk apa sih? Untuk menakut-nakuti saja ataukah untuk memberikan pemikiran-pemikiran lain yang lebih baik dari segi dampak, hingga tercipta keselarasan dalam diri berkehidupan?
Ketakutan dan kemalasan menjadi sebuah penghalang besar diri untuk berkreasi di kehidupanku. Terutama ketakutan akan hal yang belum tentu terjadi, ketakutan yang tak jelas asal usulnya hanya karena logika dengan analisanya saja membesar-besarkan hingga diri enggan untuk melangkah. Percuma saja ada logika jika hanya menyebar ketakutan dan kemalasan, untuk apa dipertahankan, untuk apa diajak sharing jika hanya menjadi penghambat dari berkembangnya diri.
Logika-logika, tak pantas kau disebut analisis ulung jika kau sendiri takut, jika kau sendiri tak bisa mengendalikan kemalasanmu. Percuma saja kau ada jika hanya menjadikan diri tak berkutik dalam melangkah.
Aku hanya ingin diri dan logika berjalan saling mendukung tanpa ada yang mendominasi, jadilah tim yang solid demi saling mendukung terwujudnya tujuan bersama sevisi dalam memandang situasi dan nantinya rencana masa depan yang terbaik untuk kita.
Yups, buka diri dan bukan lagi tentang logika namun itu semua menjadi satu kesatuan menjadi "kita".
Beranikan diri untuk berkata tidak dan selasarkan lagi wahai kau logika untuk sesuatu yang lebih mantab dalam bersanding dengan diri. itu satu hal yang kuinginkan dari kalian wahai diri dan logika. lepas dari apa yang terjadi biarkan saja itu terjadi selama itu bermuatan positif bagi kita dalam satu kesatuan manusia.
Manusia itu berbeda dengan mahluk ciptaan tuhan lainnya, manusia diberikan pikiran sebagai logika dan hati nurani sebagai diri. Untuk itu diri dan logika harusnya berjalan seiring sejalan tanpa ada rasa saling menjatuhkan. Diri juga begitu jangan sampai kau hanya stagnan saja pada level yang itu-itu saja, tingkatkan kualitas sehingga kau bisa memotivasi logika untuk bertindak seperti diri yang selalu berkembang.
Kurasa sampai sekarang antara diri dan logika masih belum menjadi satu dalam irama. Masih menjadi sebuah melodi yang amburadul sehingga hamoninya masih acak-adut. Baiklah mulai perbaikan dari dalam diri dan logika, ayo kita bersama membahu dalam mewujudkan manusia yang tanggung jawab dan berintegritas tinggi dalam menyusuri kehidupan untuk saat ini dan masa yang akan datang.
Selaraskan menjadi satu bagian dalam wujud manusia yang tangguh pantang menyerah dan tak kenal limit. lampuilah limit dalam diri dan logika, jadilah lebih dan lebih baik lagi.
Jika pada satu situasi yang tidak mewujudkan diri ya sudah tinggalkan saja, buat apa bersusah payah menganalisa lewat logika. Hanya membuat kesal diri saja. Logika bekerja keras untuk menganalisa dan mendapatkan analisa yang banyak, namun diri enggan untuk bergerak ya sama saja sia-sia. Jauhilah lingkungan yang hanya membuat diri dan logika dalam manusia tak berkembang dan tak bisa menjadi harapan terbaik. Tinggalkan saja dengan penuh kegagahan diri demi menjadi manusia yang merdeka.
Kemerdekaan diri dan logika itu penting untuk mengarungi kehidupan penuh tipu muslihat ini. Dunia sudah dipenuhi manusia-manusia bejat, masihkah mau bersaing dalam kebejatan? Jangan kau buang waktumu hanya untuk mendapatkan gelar manusia bejat tanpa merdeka.
Lingdungilah sisi diri dan logika dalam manusiamu sendiri demi kewarasan yang sebenarnya.
Comments
Post a Comment